Hallo.. Assalamualaikum sobat ayyaseveriday.com! Penderita gangguan kesehatan mental kini terbanyak di alami oleh sebagian kelompok gen z, tentu saja hal tersebut dapat membuat orang tua yang mempunyai anak kelompok gen z merasa cemas dan takut.

Perlu diketahui ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab kelompok gen z rentan terkena gangguan mental. Bisa pengaruh faktor dari lingkungan keluarga, sekolah,kerja dan masyarakat hingga faktor dari dalam diri dan juga pengaruh dari media sosial.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang berbagai penyebab gen z rentan terkena gangguan kesehatan mental, bacalah penjelasan berikut ini dengan baik dan teliti agar mudah dalam memahaminya.

Inilah Penyebab Gen Z Lebih Rentan Terkena Gangguan Kesehatan Mental

1. Suka Overthinking

Sebagian orang dari kelompok gen z mempunyai kebiasaan suka berpikir secara berlebihan atau biasa dikenal dengan overthinking, tak jarang akibat dari kebiasaan overthinking nya dapat membuat dirinya merasa ketakutan dan cemas terhadap hal-hal yang belum tentu akan terjadi.

Tentunya kebiasaan overthinking yang sering dilakukan oleh kelompok gen z semakin lama dapat membatasi perkembangan dirinya hingga membuat dirinya merasa stres.

2. Korban Bullying

Menjadi korban bullying juga merupakan salah satu penyebab gen z rentan terkena masalah gangguan kesehatan mental. Korban bullying tidak selalu mendapatkan perlakuan seperti kekerasan dari pelaku bullying saja. Tetapi juga bisa mendapatkan perlakuan seperti diabaikan, dikucilkan dan tidak dianggap ada oleh pelaku bullying.

Tentu sikap ini dapat menurunkan rasa kepercayaan diri yang dimiliki oleh korban bullying hingga merasakan trauma, akibat sering mendapatkan perlakuan seperti dikucilkan juga dapat membuatnya takut untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain termasuk orang baru dan cenderung menyukai kesendirian.

3. Tuntutan Dari Orang Tua

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya bisa meraih cita-cita nya dan mendapatkan pekerjaan yang baik agar mempunyai kehidupan yang terjamin, akan tetapi ada sebagian orang tua yang menuntut anaknya untuk berprofesi atau menekuni suatu bidang pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan atau cita-cita anak.

Misalnya, anak mempunyai cita-cita ingin menjadi seorang guru. Karena orang tuanya merupakan seorang dokter, maka orang tuanya ingin anaknya untuk mengikuti jejaknya yaitu juga menjadi seorang dokter. Seperti yang telah kita ketahui, melakukan sesuatu yang bukan menjadi keinginan pribadi dapat membuat seseorang menjadi tertekan.

4. Masalah Asmara

Sebagian kelompok gen z salah dalam menaruh harapan dan rasa kebahagiaannya. Mengapa demikian? Karena sebagian gen z sekarang menganggap cinta merupakan salah satu sumber dari kebahagiaan nya, hingga pada akhirnya jika hubungan asmara kandas maka gen z bisa larut dalam perasaan kesedihan yang terlalu mendalam denga jangka n waktu yang cukup lama.

Mempunyai prinsip dan pola pikir seperti ini dapat membuat gen z rentan mengalami perubahan suasana hati hingga depresi, tak hanya itu saja. Putus cinta atau kandasnya hubungan asmara dapat berpengaruh pada kesehatan fisiknya, misalnya mudah mengalami sakit hingga penurunan berat badan akibat merasa frustasi.

5. Terlalu Menuntut Diri

Gen z sangat menyukai berbagai hal baru untuk menambah pengalaman hidupnya dan untuk mencari jati diri, sebagian gen z selalu ingin tampil perfect dan ingin selalu terlihat lebih unggul dari orang lain yang berada disekitarnya. Untuk itu gen z selalu melakukan yang terbaik agar selalu unggul.

Misalnya, ketika di sekolah gen z selalu memperhatikan dengan baik setiap materi yang diajarkan oleh guru dan saat di rumah gen z mengikuti kelas les, agar bisa paham dan menguasai materi suatu mata pelajaran dan berharap bisa menepati posisi rangking 1 di kelasnya.

Namun yang namanya keberuntungan bisa berpihak kepada siapapun, malah biasanya ada siswa yang tidak terlalu memikirkan untuk mendapatkan urutan rangking 1 malah akan mendapatkan nya. Sedangkan yang berharap untuk mendapatkan rangking 1 malah tidak mendapatkannya, meskipun sudah belajar dengan rajin.

Tentu saja hal tersebut dapat membuatnya merasa tidak adil, sedih, stress hingga merasa bersalah dan kecewa kepada dirinya sendiri. Mengingat usaha yang dilakukan untuk mendapatkan rangking 1 sangatlah besar dan cukup melelahkan.

6. Pengaruh Media Sosial

Banyak dari kelompok gen z yang masih mudah untuk dipengaruhi, gen z sangat mudah terpengaruh dari apa yang telah dia lihat dan dengar. Baik dari media sosial maupun orang lain, meskipun golongan gen z sudah termasuk usia remaja dan dewasa namun faktanya masih banyak gen z yang mudah untuk dipengaruhi.

Meskipun gen z juga sudah bisa membedakan mana hal yang baik dan tidak, namun gen z mudah percaya dengan berbagai pendapat atau kata-kata yang sedang viral di media sosial. Tak jarang banyak sekali gen z yang mulai menjadikan kata-kata dari media sosial sebagai standar hidupnya.

Mungkin memang benar ada beberapa pendapat atau kata-kata dari media sosial yang dapat memberikan pengaruh positif untuk orang lain, akan tetapi perbedaan pendapat dari pengguna media lainnya dapat membuat gen z yang menganut standar media sosial mudah ragu.

Akibatnya gen z mudah merasa kebingungan dan bimbang antara untuk memilih mempercayai pendapat yang menurutnya masuk akal, atau pendapat dari orang lain yang bertentangan dengan pemikirannya tapi juga ada benarnya dan masuk akal. Meskipun nampak sepele tetapi hal ini dapat membuat gen z merasa stress.

7. Belum Bisa Mengelola Emosi

Gen z belum bisa mengelola emosinya atau mempunyai emosi yang kurang stabil. Jika mendapati hal-hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi maka gen z akan mudah merasa sedih, kecewa, takut, kesal dan marah.

Ada beberapa tipe gen z yang memilih untuk menyimpan emosinya sendiri hingga pada akhirnya emosi yang lama terpendam atau disimpannya dapat menyakiti perasaannya, jika gen z sudah tidak kuat menyimpan rasa sakitnya sendirian maka dia tanpa pikir panjang akan mengeluarkan perasaan emosinya.

Jika tidak dapat mengontrol perasaan emosinya dengan baik, maka perkataan dan tindakannya dapat melukai perasaan orang lain dan bisa menimbulkan konflik.

Untuk mengatasi permasalahan ini, gen z diharapkan untuk bisa lebih terbuka kepada orang tua dan orang terdekat agar bisa mengatasi permasalahan dan mendapatkan solusi jika terjadi suatu hal yang tidak diharapkan.

Gen z juga harus bisa membatasi diri dan jangan mudah untuk gampang percaya dengan apapun yang dikatakan di media sosial, jangan menjadikan standar di media sosial sebagai standar hidup.